Iwan Fals yang bernama lengkap Virgiawan Listanto (lahir di Jakarta, 3 September 1961; umur 50 tahun) adalah seorang Penyanyi beraliran balada dan Country yang menjadi salah satu legenda hidup di Indonesia.
Lewat lagu-lagunya, ia 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia
di akhir tahun 1970-an hingga sekarang, serta kehidupan dunia pada
umumnya, dan kehidupan itu sendiri. Kritik atas perilaku sekelompok
orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia)
mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Namun demikian, Iwan Fals
tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya sendiri tetapi juga sejumlah
pencipta lain.
Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar
Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989,
sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah
Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa
tabloid olah raga.
Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum
'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang
tersebar diseluruh nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan
mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan Oi.
Yayasan ini mewadahi aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga
sekarang kantor cabang OI dapat ditemui setiap penjuru nusantara dan
beberapa bahkan sampai ke manca negara.
Masa kecil Iwan Fals dihabiskan di Bandung, kemudian di Jeddah, Arab Saudi
selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah ketika ia berusia 13
tahun, di mana Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di
Bandung. Bermain gitar
dilakukannya sejak masih muda bahkan ia mengamen untuk melatih
kemampuannya bergitar dan mencipta lagu. Ketika di SMP, Iwan menjadi
gitaris dalam paduan suara sekolah.
Selanjutnya, datang ajakan untuk mengadu nasib di Jakarta dari
seorang produser. Ia lalu menjual sepeda motornya untuk biaya membuat
master. Iwan rekaman album pertama bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto,
Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul, namun album
tersebut gagal di pasaran dan Iwan kembali menjalani profesi sebagai
pengamen. Album ini sekarang menjadi buruan para kolektor serta fans
fanatik Iwan Fals.
Setelah dapat juara di festival musik country, Iwan ikut festival lagu humor. Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor milik Iwan sempat direkam bersama Pepeng, Krisna, Nana Krip dan diproduksi oleh ABC Records, tapi juga gagal dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Sampai akhirnya, perjalanan Iwan bekerja sama dengan Musica Studio. Sebelum ke Musica, Iwan sudah rekaman sekitar 4-5 album. Di Musica, barulah lagu-lagu Iwan digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani oleh Willy Soemantri.
Iwan tetap menjalani profesinya sebagai pengamen. Ia mengamen dengan mendatangi rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget atau Blok M.
Album Sarjana Muda ternyata banyak diminati dan Iwan mulai mendapatkan
berbagai tawaran untuk bernyanyi. Ia kemudian sempat masuk televisi
setelah tahun 1987. Saat acara Manasuka Siaran Niaga disiarkan di TVRI, lagu Oemar Bakri sempat ditayangkan di TVRI. Ketika anak kedua Iwan, Cikal lahir tahun 1985, kegiatan mengamen langsung dihentikan.
Selama Orde Baru,
banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh
aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat memancing
kerusuhan. Pada awal kariernya, Iwan Fals banyak membuat lagu yang
bertema kritikan pada pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan bisa
dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman
yang memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani
memasukkan lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas. Belakangan
Iwan Fals juga mengakui kalau pada saat itu dia sendiri juga tidak
tertarik untuk memasukkan lagu-lagu ini ke dalam album.[rujukan?]
Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat
diputar di sebuah stasiun radio yang sekarang sudah tidak mengudara
lagi. Iwan Fals juga pernah menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam
beberapa konser musik, yang mengakibatkan dia berulang kali harus
berurusan dengan pihak keamanan dengan alasan lirik lagu yang
dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara.[rujukan?]
Beberapa konser musiknya pada tahun 80-an juga sempat disabotase dengan
cara memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa
hanya karena Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa
saat itu.
Pada bulan April tahun 1984 Iwan Fals harus berurusan dengan aparat
keamanan dan sempat ditahan dan diinterogasi selama 2 minggu gara-gara
menyanyikan lirik lagu Demokrasi Nasi dan Pola Sederhana juga Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru. Sejak kejadian itu, Iwan Fals dan keluarganya sering mendapatkan teror.[rujukan?]
Hanya segelintir fans fanatik Iwan Fals yang masih menyimpan rekaman
lagu-lagu ini, dan sekarang menjadi koleksi yang sangat berharga.
Saat bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits Bento dan Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karier Iwan Fals terus menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang didukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi.
Konser-konser Kantata Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai
konser musik yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik
Indonesia.[rujukan?]
Setelah kontrak dengan SWAMI yang menghasilkan dua album (SWAMI dan
SWAMI II) berakhir, dan di sela Kantata (yang menghasilkan Kantata Takwa
dan Kantata Samsara), Iwan Fals masih meluncurkan album-album solo
maupun bersama kelompok seperti album Dalbo yang dikerjakan bersama sebagian mantan personel SWAMI.
Sejak meluncurnya album Suara Hati pada 2002, Iwan Fals telah
memiliki kelompok musisi pengiring yang tetap dan selalu menyertai dalam
setiap pengerjaan album maupun konser. Menariknya, dalam seluruh alat
musik yang digunakan baik oleh Iwan fals maupun bandnya pada setiap
penampilan di depan publik tidak pernah terlihat merek maupun logo.
Seluruh identitas tersebut selalu ditutupi atau dihilangkan. Pada
panggung yang menjadi dunianya, Iwan Fals tidak pernah mengizinkan ada
logo atau tulisan sponsor terpampang untuk menjaga idealismenya yang
tidak mau dianggap menjadi wakil dari produk tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar